Jarir Idris*
Berbicara tentang konseling, bukanlah suatu hal yang baru. Sebenarnya istilah ini dahulu populer dengan nama Bimbingan Penyuluhan (BP). Namun seiring berkembangnya pengetahuan, maka digantilah istilah “penyuluhan” dengan “konseling”. Perbedaannya adalah letak disiplin ilmu yang dikaji. Jika penyuluhan bersifat pemberian pengarahan, maka konseling adalah hubungan interpersonal antara konselor dan konseli.
Momok yang beredar di masyarakat bahwa bimbingan konseling (BK) banyak dipahami sebagai “polisi sekolah” yakni hanya siswa yang bermasalah berurusan dengan BK. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri dalam logika manusia, bahwa apa yang menjadi sebab asal adalah yang menjadi acuan. Namun, berkat para akademisi momok tersebut mulai memudar. Karena kajian konseling semakin meluas kebeberapa lini. Salah satunya adalah konseling dalam kesehatan.
Konseling dalam kesehatan saat ini sedang marak dikaji. Kehadiran dokter sebagai pengobatan sakit fisik dan psikolog sebagai penangan psikis, tentunya membutuhkan jembatan untuk menentukan arah mana yang harus ditempuh seseorang ketika akan berobat. Karena diagnosa diri sendiri belum cukup untuk memastikan, apakah sakit yang diderita adalah sakit fisik atau psikis.
Sebagai contoh, jika ada seorang pemuda yang jatuh cinta pada pujaan hatinya (do’i) kemudian, ketika dia mengungapkan isi hatinya kepada si do’ilalu cintanya ditolak. Kemudian esok harinya ia mengalami pusing, demam menggigil dan batuk-batuk. Lalu seorang pemuda itu diperiksakan langsung ke dokter, kemudian si dokter bertanya “sakit apa kamu dek?” maka tentu ia akan menjawab apa yang dialaminya, bukan tentang perasaan yang menimpanya ciee. Jika demikian prosesnya, tentu tidak akan mengobati dan menyelesaikan masalah yang ia alami. Dan tidak menutup kemungkinan akan lebih buruk jika tidak segera diatasi hal tersebut.
Disinilah penting, adanya bimbingan konseling untuk mendiagnosa gelaja yang timbul. Konseling sebagai arahan untuk menentukan kemana seseorang yang akan menempuh jalur pengobatan fisik atau psikis yang dialami. Tentunya, dengan menggunakan prosedur konseling secara bertahap. Tidak serta merta seorang konselor menjustifikasi konseli hanya dengan beberapa keterangan saja. Namun, lebih dari itu.
Berbagai penyakit fisik yang dianggap sepele, kebanyakan langsung ditangani dengan obat saja. Padahal, gelaja yang timbul dari penyakit fisik biasanya akibat dari psikis. Jika seseorang sakit kepala sebelah (migrain) biasanya karena terlalu banyak beban pikiran yang dirasa. Dan ini akan sulit disembuhkan hanya dengan mengonsumsi obat saja.
Manusia adalah makhluk yang mempunyai fisik dan psikis, tentunya dalam menyikapi rasa sakit yang dialami tidak bisa hanya mengandalkan diagnosa fisik semata, namun juga psikis. Inilah pentingnya konseling kesehatan dalam memberi arahan kepada konseli untuk directingtentang penyakit yang dideritanya. Apakah sudah efektif cara penyembuhan rasa sakitmu? .....
BKI UIN Raden Mas Said Surakarta Mengikuti International Conference dan Workshop Nasional PABKI 2024
5 bulan yang lalu - UmumProgram Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosisal bagi Penerima Manfaat
9 bulan yang lalu - Berita